Sahabat-sahabat pembaca. Masih ingat saya kan? Maksud saya, masihkah terlintas di pikirannya coretan saya yang sudah berlangsung selama 6 atau 7 Ramadan terakhir, yang selalu muncul mengganggu sahurnya.
Yang jelas saya selalu ingat para pembaca semua, baik yang membaca penuh coretan saya, atau sekadar membukanya, atau yang hanya membaca nomor coretan sebagai penanda jumlah puasa. Saya juga ingat persis, celoteh saya satu bulan Ramadan tahun lalu adalah “Jalan Tengah.” Meskipun saya sudah lupa urutan-urutan ulasan yang terkait dengan Jalan Tengah, saya tentu tidak bisa lupa ulasan yang banyak dikritisi oleh para pembaca.
Termasuk mengingat prinsip yang selalu hadir dibenak saya sebagai penulis yang memperkuat keyakinanan untuk terus menulis, bahwa hampir setiap anggota group pasti membacanya, hanya saja tidak sempat mengomentarinya. Ada dalilnya: “Iqra” yang berarti: bacalah! bukan balaslah!
Tapi banyak hal yang saya ulas namun tidak tinggal lama bersemayam dibenak, mungkin karena tidak cukup mengesankan. Berkah “lupa” itu dibutuhkan, karena betapa tidak enaknya hidup bila semua masa lalu atau hal yang pernah terjadi dan bersinggungan dengan diri kita tinggal menjadi memori hidup.
Para pembaca, saya bermaksud menyambung “Jalan Tengah” itu dengan tema, “Bersatu Kita Teguh.” Karena Jalan Tengah itu adalah prinsip, metode, pandangan, atau jalan hidup yang bisa membuat kita bersatu.
Anda pasti tahu pepatah, “Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh.” Sudah pasti terpahami bahwa saya mengambil potongan pepatah ini menjadi tema. Pepatah ini sangat melegenda, siapapun asal paham bahasa Indonesia, pasti bisa mendendangkannya. Saking populernya, ada yang plesetkan, “bersatu kita teguh, bercerai kawin lagi.” Tentunya (bukan) ada-ada saja orang itu.
Apa yang khas dari tema di atas? Kedalaman makna tentang dua kata kunci: persatuan dan keteguhan. Dua kata inilah, yang menjadi inti dari peribadatan kita selama Ramadan. Dua kata inilah yang akan coba saya eksplorasi selama Ramadan ini.
Persatuan itu bisa bermakna banyak hal; kelompok, ikatan, percampuran, pertautan, chemistry, atau bahkan bisa bermakna kesepahaman. Jika demikian, perpisahan bisa mengandung unsur persatuan karena orang berpisah sering dilandasi atas kesepahaman tentang ketidakcocokan.
Persatuan itu mewujudkan keteguhan. Keteguhan itupun memiliki keluasan makna; kekuatan, ketegasan, keeratan, ketetapan hati, atau kekukuhan.
Jadi menggali makna dari dua kata kunci dari tema di atas dalam kaitan dengan sosial keagamaan masyarakat menjadi sangat menarik. Contoh: “Kelemahan umat ini karena kurang bersatu.” Pasti “berbusa-busa jadinya mulut kita kalau kalimat di atas di bawah ke forum diskusi, apalagi kalau diskusinya di teras masjid atau di warung kopi, yang tanpa moderator.
Akhirnya, saya mengajak pembaca untuk berefleksi bersama tentang makna keteguhan yang dihasilkan oleh persatuan. Tapi yang lebih penting dari ajakan di atas adalah permohonan topik atau issue yang terkait dengan tema di atas, terlebih saat saya kehilangan ide, atau tepatnya kebuntuan pikiran, yang bisa berdampak pada kekeringan inspirasi. Selamat menjalani Ramadan.
Hamdan Juhannis (Rektor UIN Alauddin Makassar)